GUE & TEMAN-TEMAN SETELAH 3 TAHUN LULUS KULIAH. LO GIMANA? af19-5368922 |
---|
Kira-kira gue lulus dari penjara 3 tahun lalu, dan dalam waktu sesingkat itu -gue dan temen-temen seangkatan udah melanglang buana ke jenjang karier yang macem-macem, ada yang jadi PNS, pegawai bank, pegawai bank, pegawai bank, hmm… pegawai bank, pegawai perusahaan asing, pengusaha, freelancer, honorer, dosen, bahkan masih ada yang kuliah S2, hmm… sorry typo, maksudnya S1.
Gue lulus dengan IPK cuma 2,99, karena saking bete-nya susah dapet kerja, gue mencoba bereksperimen, “Gue mau liat, siapa yang bisa lebih sukses, mahasiswa yang memperjuangin mimpinya, atau mahasiswa yang ngebela-belain lulus dengan IPK di atas 3.00.”
Bagi yang beranggapan punya IPK di bawah 3.00 itu bodoh, asal elu tau, jadi bodoh itu nggak mudah.
Nah, bagi kamu yang sampe sekarang masih merasa bahwa nilai kuliah itu akan mengantarkan kamu ke karier yang bagus, kamu mungkin benar, tapi mungkin dari cerita real ini, kamu bisa menyimpulkannya sendiri.
Di sini, akan gue ceritakan secara general kehidupan kita setelah 3 tahun berlalu.
Tahun pertama,
Nggak munafik, realita sarjana ber-IPK di atas tiga, bahkan sebelum wisuda banyak yang langsung dapet kerja. Surely, they’re fast. Kebanyakan temen gue pada kerja di perusahaan pangan dan industri bonafit di daerah Sudirman & Rasuna Said Jakarta sana, sentra niaga di Indonesia. Dapet pekerjaan oke, bergengsi, jangan tanya soal gaji. Kebanyakan temen yang begini, suka update status di FB tentang kerjaannya. Bisa dibayangkan gimana perasaan temen-temen yang tak kunjung dapet kerja ketika ngeliat postingan itu. Panas.
Sarjana yang IPK-nya superior, kebanyakan jadi asisten dosen, ikut project riset, atau lanjut kuliah S2, dan IPK yang rata-rata kebawah, pada struggle nyari kerja, beberapa ada yang sekenanya dapet kerjaan, beberapa lagi mulai merintis usaha, beberapa ada juga yang bosen hidup.
Kalo kita ngumpul, gadget mereka masih sama seperti yang terakhir dipake pas ketemu di kampus. Terlihat sepertinya sedang mulai belajar mengelola uang. Entah kenapa, kesuksesan karier bisa dilihat dari gadget yang dipegang: gadget paling mahal, paling sukses kariernya, gadget yang butut, paling ngenes kariernya.
Beberapa udah ada yang menikah, dengan sebelumnya udah lama pacaran. Hmm, asumsi gue biaya nikah masih dibiayain orang tua. Beberapa ada yang menikah pake uang beasiswa. Bajing*n!
Tahun kedua,
Kayaknya mahasiswa yang dulu kebanyakan demo atau berorganisasi, jadi nggak focus sama nilai kuliahnya, dan ketika lulus, mereka dihadapi dengan keadaan dan kebutuhan tapi susah dapet kerja. Pas kuliah, mereka sok ngerti arah pergerakan bangsa ini, tapi masih nggak tau kemana arah hidup diri sendiri. Maka, tahun ini adalah tahun di mana gue melihat banyak temen-temen yang udah mulai pudar idealisme-nya, alasan mereka, “Gue mau realistis sekarang.” Kasus paling parah, dulu ketika mahasiswa -dia anti banget sama amrik, tapi setelah lulus, dia jadi agen MLM produk-produk amrik. Bagi gue, itu kekalahan mental. Bagi kamu kaum idealis yang masih mahasiswa, jangan omdo, hati-hati.
Temen-temen yang kerja profesional, tetap konsisten dengan pekerjaannya. Gue belum melihat ada yang udah naik pangkat, tapi tetep enjoy merintis karier, beberapa udah mulai jenuh dengan aktifitas hariannya, mengeluhkan jalanan yang macet dan KRL Commuter yang sering telat. Beberapa juga ngeluhin penumpang commuter yang nggak pake deodorant, social media mereka dipenuhi keluhan bau ketek orang-orang ketika berdesakan di KRL di jam-jam pulang kantor. Beberapa ada yang mulai nanya-nanya lowongan kerja di tempat lain.
Yang merintis usaha, ada yang menyerah dan mulai nyari kerja, ada juga yang tetap konsisten membangun mimpinya. Kedua tipe temen ini, kebanyakan terlihat kurang bahagia. Belum bisa beli apa-apa sepertinya, mukanya kusut, mungkin kebanyakan utang atau tagihan.
Beberapa masih ada yang kuliah. Yang freelancer juga masih banyak. Yang bosen idup apalagi.
Kalo kita ngumpul, banyak yang udah terlihat begitu profesional, badannya lebih sejahtera dibanding dulu pas mahasiswa, ditandai dengan perutnya yang membuncit, beberapa juga ada yang masih gitu-gitu aja. Di antaranya, ada yang udah bisa beli gadget-gadget idaman saat mahasiswa, beberapa yang lain udah naik mobil, kemungkinan besar mobil cicilan atau kendaraan dinas, mungkin juga hasil ngebegal orang.
Ada pasangan yang udah ngegendong bayi, ada juga yang ngegendong bayi orang, terus duduk di pojokan jembatan, itu gue.
Tahun ketiga,
Yang masih kuliah S1, gue denger kabar akhirnya di-DO. Alhamdulillah (lah?). Mungkin dia ketiduran di kelas sejak semester 7 dan baru bangun sekarang. Atau mungkin salah satunya karena sering ngebaca tulisan gue, gue merasa berdosa.
Temen-temen yang resign kerja dan kemudian memulai usaha, ada yang baru ngerasain gimana struggle-nya memulai. Beberapa ada yang cepat berkembang, mungkin dia main pesugihan, atau memang ketika dia bekerja dulu, dia belajar banyak di perusahaan sebelumnya untuk dikembangkan di perusahaan sendiri. Tipe pembelajar.
Temen-temen yang masih bekerja, ada yang mulai dapet promosi, ada juga yang mulai gonta-ganti perusahaan dan posisi. Sangat disayangkan, karena harus mulai dari nol lagi. Beberapa ada yang menyambi bisnis sampingan buat tambah-tambahan, biasanya dia yang tiba-tiba jualan di grup WhatsApp kelas. “Diliat dulu produknya sis, kalo minat PM aja ya.”
Temen-temen yang dulu jadi asisten dosen, denger-denger udah mulai jadi dosen muda, beberapa juga masih S2, beberapa mulai nyari pekerjaan lain.
Kalo kita ngumpul, kebanyakan yang cowok terlihat lebih ganteng, mungkin operasi plastik. Beberapa juga ada yang operasi kelamin. Yang cewek, mulai terlihat gendutan, pipinya jadi tembem. Ada juga yang dulunya jelek, sekarang jadi sedikit cantik, udah bisa beli make up dan ke salon kayaknya. Bener kata orang, yang sukses, auranya akan terlihat beda. Apalagi kalo bukan karena ‘money’. So, bagi yang saat ini masih jelek, cepatlah mapan. Orang tampan akan kalah dengan orang mapan. It’s proven.
Gadget atau mobil bukan lagi tolak ukur kesuksesan karier, itu udah jadi barang lumrah. Tolak ukur kesuksesan lebih terlihat dari ‘warna’ wajah. Wajah yang bahagia dan awet muda selalu menjadi pertanyaan publik. Iya, ini bener banget, karena beberapa teman yang udah jadi asisten manager, mukanya kurang happy, terlihat lebih stress dan tua. Jabatan makin tinggi, makin tinggi pula responsibility-nya.
Temen-temen yang sejak awal merintis usaha, banyak yang gulung tikar, beberapa ada yang melesat tajam karena nggak menyerah belajar. Yang bisnisnya sudah mulai menghasilkan, selalu dielukan, “Elu enak sekarang, elu udah ada pegawai. Elu ajarin gue bisnis dong. Ah elu.”
Mungkin kondisinya mulai berbalik dengan temen-temen yang di tahun pertama langsung kerja. They’re on top now. Mereka jadi pusat perhatian bagi temen-temen lain yang masih bekerja dan berencana merintis bisnis.
Beberapa masih ada yang kerja serabutan. Entah apa yang dilakukan selama 3 tahun belakangan. Setiap orang punya perjalanan unik pastinya. Yang paling bersyukur, paling bahagia.
**
Nggak semua teman gue bekerja sesuai jurusan kuliahnya. Ada yang mengikuti passion dan interest-nya, ada juga yang bekerja karena keterpaksaan, “gue harus kerja sesuai ijazah.” Gue pernah bilang (di tahun 2012) bahwa, “Banyak orang yang hidup biasa dari jurusan yang benar, dan banyak juga orang yang besar dari jurusan yang salah.”, and it’s real.
Orang-orang yang terlihat hebat saat kuliah, beberapa nggak survive di dunia kerja. Sedangkan orang-orang yang diremehkan saat kuliah, sekarang menjadi orang berpengaruh. “Apa korelasinya ya?“, gue bertanya-tanya. Persistensi yang tinggi terhadap mimpi, itu jawabannya.
Oke, itu dulu cerita dari gue. kalau lo gimana gan?
Quote:Cerita dari Aganers
Spoiler for Open:
sumur
Source: http://kask.us/idNl4 |
---|