Hidup dengan Skizofernia : Ketika Suara - suara itu Muncul di Kepalaku mongkiefun-5347777 |
---|
Quote:Ane menulis thread ini karena teringat dengan seorang kaskuser yang pernah membuat tulisan yang membingungkan di Kaskus dan Kompasiana. Dalam tulisannya, dia menceritakan bahwa dia merasa diikuti oleh seseorang dan merasa bahwa dia diserang menggunakan semacam gelombang microwave. Bahkan disertai berbagai gambar yang menunjukkan orang yang mengikutinya serta dituliskan cerita sebuah konspirasi besar yang menyerang dirinya.
Banyak kaskuser bingung dan ada juga yang sadar bahwa agan tersebut mengidap Skizofernia, namun tidak sedikit juga yang mencemooh dan menertawakannya..
Maka dari itu, ane akan mensharingkan di thread ini kisah hidup seorang wanita yang juga mengidap Skizofernia dan menceritakan bagaimana perjuangannya untuk hidup dan menghancurkan stigma dari para pengidap penyakit ini..
Eleanor Langdon
The Voices in My Head
(Suara - suara dalam Kepalaku)
Hari pertama aku merantau untuk masuk ke universitas merupakan hari yang cerah penuh dengan harapan dan rasa optimis. Nilai studiku bagus. Ekspetasi keluarga bagi diriku cukup besar.. Dan dimulailah kehidupanku sebagai mahasiswa yang penuh dengan kelas, pesta dan kegilaan masa muda lainnya. Kehidupan mahasiswa aku isi dengan penuh senyuman saat di kuliah dan pesta, setidaknya itulah terlihat dari lapisan terluar diriku.
Di dalam, aku merasa sangat tidak bahagia, insecure dan sangat ketakutan.. Ketakutan terhadap orang lain, masa depanku, rasa gagal dan juga kekosongan yang aku rasakan di sekitar diriku. Tapi aku sangat ahli dalam menyembunyikan semua rasa takut itu, sehingga semua orang melihat diriku yang selalu ceria dan bahagia. Hingga aku bisa membohongi diri sendiri selama satu semester penuh dalam kehidupanku sebagai mahasiswa baru.
Semester dua dimulai, dan setiap orang tidak akan bisa memprediksi apa yang akan terjadi di hidupnya. Saat itu aku hendak keluar dari sebuah seminar di kampus. Aku membereskan tasku dan sambil sedikit bersenandung keluar menuju pintu. Dan tiba - tiba saja ada sebuah suara dengan nada yang tenang seperti memperhatikanku dan berkata,
“Dia pergi meninggalkan ruangan.”
Terkejut, aku langsung mencari sumber suara itu. Tidak ada seorangpun di sekitarku. Namun, kejelasan dan ketegasan suara yang kudengar tersebut begitu terasa. Dengan rasa takut yang begitu dalam, aku meninggalkan kampus. Dan munculah kembali suara itu, “Dia membuka pintu.” Inilah permulaan dari semuanya. 'Suara' itu sudah muncul di kepalaku.
Terus bergema selama berhari - hari hingga berminggu - minggu, menarasikan semua kegiatan yang kulakukan dalam posisi orang ketiga, “Dia pergi ke perpustakaan.” “Dia pergi ke kelas.”. Suara itu begitu netral dan tenang bahkan kadang secara aneh menemaniku dan meyakinkanku. Aku terkadang sadar bahwa suara itu menjadi sebuah cermin dari perasaan yang tidak pernah bisa aku ekspresikan, seperti ketika aku menyembunyikan kemarahanku, nada suara dalam kepalaku menjadi seperti orang yang frustasi. Untungnya, suara tersebut tidak berniat jahat dan tidak mengganggu, suara tersebut seperti mau memberitahu kepadaku tentang emosi yang selalu aku sembunyikan, yang tidak pernah aku ekspresikan..
Lalu mulailah aku membuat kesalahan yang besar. Aku memberitahu temanku tentang suara tersebut, dan tentu saja dia ketakutan. Lalu dimulailah proses yang membuat suara itu semakin liar di dalam kepalaku. Sadar bahwa orang normal tidak mendengar suara di dalam kepalanya sepertiku menimbulkan rasa takut baik bagi diriku dan temanku. Temanku memaksaku untuk mencari pengobatan dan aku menurut, di situlah kesalahanku yang kedua.
Aku melakukan konseling dengan Dosen BK kampus. Aku membicarakan masalah normal seperti mahasiswa lainnya, seperti: anxiety (rasa gelisah), takut tentang masa depan, dan kebencian terhadap diriku. Dan ketika aku menceritakan komentator yang berada di dalam kepalaku, dosen itu menjatuhkan bolpoinnya dan menuntutku untuk menceritakan mengenai suara tersebut. Tentu saja kuceritakan karena aku sangat membutuhkan perhatian dan pengertian dari seseorang. Tapi suara tersebut malah berkata, “Dia menggali kubur untuk dirinya sendiri.”
Aku dirujuk kepada seorang psikiater, yang di mana dia selalu berpikir bahwa apapun yang kukatakan dan kulakukan adalah halusinasi dan delusi sebagai tanda awal gangguan mental. Contohnya, Aku yang merupakan anggota dari tim pembaca berita TV mahasiswa, dan ketika konseling dengan psikiater, aku berkata bahwa aku sedang terburu - buru karena aku ada berita yang harus kubacakan. Lalu tertulislah di laporan kesehatanku, bahwa aku berhalusinasi menjadi pembawa berita. Dan di sinilah keadaan semakin memburuk.
Aku masuk ke rumah sakit dan diagnosa Skizofernia datang selanjutnya. Hancurnya harapan, rasa malu, dan putus asa semakin menghancurkan diriku dan juga hidupku. Penolakan dan rasa takut akan suara tersebut semakin besar. Dokter selalu memaksaku untuk melawan suara tersebut. Seperti terjadilah perang besar dalam kepalaku. Dan hal ini membuat jumlah suara - suara baru yang muncul semakin terdengar. Dan suara - suara tersebut semakin keras dan dengan nada mengerikan dan mengancam diriku setiap saat. Mereka menjadi musuh dan juga teman yang tidak pernah berhenti bersuara.
Suatu ketika mereka memberikan tugas. Dengan janji kalau aku bisa melakukan tugas dari mereka, mereka akan pergi dari kepalaku. Awalnya hanya tugas - tugas kecil seperti, “Tarik tiga helai rambutmu!”, namun semakin lama semakin berbahaya hingga mereka memerintahku untuk melukai diri sendiri dan juga menyerang orang lain.
Pernah terjadi ketika aku di kampus, Suara - suara itu berkata, “Kamu lihat dosen itu? Kamu lihat botol air tersebut? Siramkan air tersebut ke kepala dosen itu!”
Dan aku lakukan perintah mereka. Seketika aku menjadi watch list di kampusku sendiri. Akhirnya, sebuah lingkaran setan yang penuh dengan ketakutan, pengasingan, ketidakpercayaan dan kesalahpahaman telah terbentuk, dan ini adalah sebuah pertarungan di mana aku merasa tidak berdaya dan tidak mampu mendapatkan ketenangan maupun rekonsiliasi.
Dua tahun kemudian, kondisiku semakin memburuk. Sekarang, tidak ada lagi ketenangan di sekitar: semuanya hanya suara-suara yang mengerikan, penglihatan yang menakutkan, delusi yang tidak pernah hilang. Status kesehatan mentalku menjadi penyebab diskriminasi, penghinaan, serta pelecehan fisik serta seksual. Bahkan psikiaterku berkata, "Eleanor, kanker pun masih lebih baik dari ini, karena kanker lebih mudah diobati daripada skizofrenia." Aku telah didiagnosa, dibius, dan diasingkan, dan sekarang aku sangat tersiksa oleh suara-suara tersebut sampai-sampai aku ingin mencoba mengebor kepalaku agar suara-suara itu bisa hilang.
Sekarang saat aku menengok kembali kehancuran dan kerapuhan diriku di tahun-tahun tersebut, aku merasa seakan-akan ada bagian diriku yang telah mati di sana, namun ada bagian lain telah diselamatkan. Diriku yang telah hancur dan dihantui memulai perjalanan ini, namun yang menyelesaikannya adalah seorang yang tangguh, dan pada akhirnya ia menjadi diriku yang sesungguhnya sekarang..
Banyak orang yang telah menyakiti saat perjalanan tersebut, namun itu semua tidak berarti karena adanya orang - orang yang dengan tulus ingin membantu aku. Para teman serpejuangan, orang-orang yang juga mendengar suara-suara, teman - temanku, dan
seorang ibu yang tidak pernah menyerah dan kehilangan harapan akan kesembuhanku, yang percaya bahwa pada akhirnya aku akan kembali ke pelukan beliau yang telah dengan setia menemani dan menanti kesembuhanku selama mungkin;
Dokter yang pernah hanya sebentar menangani kasusku, namun telah menunjukkan kepadaku bahwa kesembuhan bukanlah hal mustahil, dan ketika gejalanya kambuh, beliau memberitahu keluargaku yang ketakutan, "Jangan menyerah. Saya percaya Eleanor dapat melalui hal ini. Anda tahu, terkadang salju bisa turun hingga bulan Mei, tapi matahari yang cerah pada akhirnya selalu datang."
Aku sering berkata bahwa orang-orang inilah yang menyelamatkan aku, namun kusadari sekarang adalah bahwa mereka melakukan sesuatu yang jauh lebih penting, yaitu menguatkan diriku untuk menyelamatkan diriku sendiri, dan yang paling penting adalah mereka membantu aku menyakinkan sesuatu yaitu suara-suara tersebut merupakan respon yang penuh arti atas trauma di hidupku, terutama di masa kecil, dan itu bukanlah musuh, mereka adalah bagian dari diriku yang bisa diajak untuk bekerjasama.
Awalnya, ini bukanlah sesuatu yang mudah dipercaya, salah satunya karena mereka tampak tidak begitu bersahabat dan penuh nada ancaman. Bahwa yang dikatakan oleh suara - suara tersebut hanyalah metafora dari ketakutanku yang tidak perlu aku artikan secara harafiah. Contohnya, ketika ada satu suara yang mengancam dia akan mendobrak rumahku dan membunuh aku dan orang tuaku, awalnya aku takut dan berjaga semalaman di depan pintu kamar orang tuaku. Padahal suara yang mengancam tersebut merupakan simbol dari ketakutanku akan lingkungan di luar rumahku.
Dari sana aku belajar untuk mencoba mengartikan apa yang dikatakan suara - suara tersebut. Saat suara-suara tersebut memperingatkan untuk tidak meninggalkan rumah, aku akan berterima kasih karena mereka telah menunjukkan betapa aku merasa tidak aman. Dan aku akan memberanikan diri untuk tetap keluar rumah untuk mengalahkan rasa takut itu. Aku menghormati mereka (suara - suara) dan menyakinkan aku dan mereka bahwa kita semua aman tidak ada yang perlu ditakutkan, perlahan-lahan aku belajar berkomunikasi dan kolaborasi di mana aku dan suara - suara tersebut dapat belajar untuk bekerja sama dan menyokong satu sama lain.
Lalu aku menyadari pada akhirnya bahwa setiap suara tersebut berhubungan sangat dekat dengan setiap aspek diriku. Masing-masing memiliki luapan emosi yang tidak pernah sempat aku proses atau ekspresikan. Kenangan akan trauma dan pelecehan seksual, kemarahan, rasa malu, rasa bersalah, dan rendah diri. Suara - suara itu muncul menggantikan rasa sakit yang ada dan menyuarakannya. Aku juga menyadari salah satu suara yang paling lantang dan tidak bersahabat sebenarnya mewakili sisi dari diriku yang paling merasa tersakiti, maka, suara itulah yang perlu kuberi perhatian khusus.
Perlahan aku bisa melepaskan pengobatan. Sepuluh tahun sejak suara pertama muncul, aku akhirnya mendapatkan togaku, dengan gelar tertinggi di bidang psikologi, dan setahun kemudian, aku mendapat gelar tertinggi di tingkat pasca-sarjana. Sesuatu yang cukup bagus bagi wanita yang dicap sebagai orang gila. Pernah ketika ujian, salah satu suara pernah membantuku dengan memberitahu jawabannya. Aku tidak tahu ini bisa dikatakan mencontek apa bukan
Sekarang aku bekerja di institusi kesehatan mental dan kejiwaan, mengisi acara di banyak konferensi, menerbitkan buku-buku dan jurnal akademis. Dan aku terus berjuang untuk konsep berikut ini: Bahwa pertanyaan yang penting di bidang ilmu psikologi bukanlah,
"Apa yang salah dalam dirimu?" tapi seharusnya "Apa yang telah terjadi padamu?"
Aku akhirnya bisa berdamai dengan suara - suara tersebut, dan belajar untuk menghormati mereka, dan malah mereka semakin terasa seperti cermin bagi rasa sayang, penerimaan, dan penghormatan terhadap diriku sendiri. Yang paling mengharukan dan luar biasa bagiku adalah bisa membantu seorang wanita lain yang merasa diteror oleh suara-suaranya. Melihat wanita tersebut aku melihat diriku dulu yang begitu ketakutan akan suara tersebut dan begitu bersyukur karena mampu menolong orang yang mengalami hal yang sama.
Sekarang aku merasa sangat bangga menjadi bagian dari Intervoice, organisasi International Hearing Voices Movement. Organisasi yang dibentuk untuk membantu mereka yang mendengarkan suara di kepala mereka, untuk tetap bertahan, mengatasinya dengan tenang seperti menjalani sebuah pengalaman yang kompleks untuk mewujudkan citra diri terbaik dari orang - orang yang bisa mendengar suara - suara di dalam kepala mereka..
Kita juga berjuang untuk mewujudkan masyarakat yang mau mengerti, tidak menghina, dan menghormati mereka yang telah mendengar suara - suara di kepala mereka. Menyakinkan masyarakat bahwa mereka bisa menjadi teman untuk menyokong kebutuhan mereka yang mendengar suara-suara, dan menerima individu-individu tersebut sebagai bagian dari masyarakat.
Seperti yang dikatakan Chavez: saat perubahan sosial dimulai, hal ini tidak dapat diputarbalikkan. Anda tidak dapat merendahkan orang yang merasa kebangggaan, Anda tidak dapat menginjak-injak orang-orang yang tidak lagi merasa takut.
Bagiku, pencapaian Hearing Voices Movement adalah menjadi pengingat bahwa rasa empati, kesetiakawanan, keadilan, dan penghormatan melebihi dari apapun, hal tersebut adalah keyakinan dan kepercayaan, dan hal tersebut yang dapat mengubah dunia.
Seperti yang dikatakan Peter Levine, binatang bernama manusia ini merupakan makhluk unik yang dianugerahkan dengan naluri untuk bisa menyembuhkan dirinya dan jiwa intelek untuk memanfaatkan secara penuh kemampuan bawaan mereka ini. Dalam hal ini, sebagai bagian dari masyarakat, tidak ada kehormatan yang lebih besar daripada memfasilitasi proses penyembuhan seseorang, menyaksikan, membantu, membagi dan meringankan beban seseorang, dan menyebarkan harapan bagi pemulihan diri dan hidup mereka.
Demikian juga bagi mereka yang telah melalui tekanan dan kesulitan ini, perlu diingat kita tidak tidak perlu menjalani hidup yang terus menerus dibentuk dari hal-hal yang telah menghancurkan kita. Kita ini unik. Kita tidak tergantikan. Apa yang ada di dalam diri kita tidak akan pernah bisa ditaklukan, dikucilkan, atau diambil.
Seperti yang pernah dikatakan oleh seorang dokter yang luar biasa kepadaku
"Jangan beritahu saya akan apa yang telah dikatakan orang-orang mengenai dirimu, tapi beritahu saya mengenai dirimu yang sebenarnya."
SUMBER
Quote:Setelah membaca thread ini..
Mohon bantuan agan dan sista sekalian untuk mensharekan kisah ini
Untuk menunjukkan kepada orang - orang yang memiliki keluarga, teman, sahabat yang menderita Skizofernia..
Tunjukkan bahwa masih ada harapan bagi para penderita untuk bisa sembuh
Tunjukkan bahwa para penderita masih membutuhkan orang - orang untuk mendampingi mereka menghadapi cobaan hidup ini
Sekian thread ane ini
Semoga memberi pencerahan
Quote:Referensi Tambahan Penyakit Skizofernia
Spoiler for Open:
Source: http://kask.us/in3VC |
---|